Minggu, 15 April 2012

apendisitis


KONSEP DASAR PENYAKIT
A.    DEFINISI
Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Pada posisi yang lazim, apendiks terletak pada dinding abdomen di bawah titik McBurney (yang terletak di pertengahan antara umbilikus dan spina anterior dari ilium). Karena apendiks mengosongkan diri dengan tidak efisien dan lumennya kecil, maka apendiks mudah mengalami obstruksi dan rentan terhadap infeksi. Appendisitis adalah peradangan pada usus buntu (appendiks), atau radang pada appendiks vermiformis yang terjadi secara akut. (Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097)
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000).
Apendiksitis adalah inflamasi apendiks, suatu bagian seperti kantung yang non-fungsional terletak dibagian interior sekum ( Ester Monica , 2002 : 63)
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis merupakan penyakit bedah sebagai akibat kebudayaan, terutama yang menyangkut kebiasaan makan. Apendisitis terletak pada cecum di ujung tenia (pita otot). Panjang pendeknya usus buntu itu berpengaruh terhadap terjadinya peradangan. Ujung usus buntu dapat terletak pada semua arah caecum misalnya dapat sampai ke panggul, ke sakrum atau melilit ke usus halus. Letak yang paling banyak ditemui adalah retrocaecal (di belakang cecum). Apendisitis lebih banyak menyerang laki-laki daripada wanita ( Oswari E. , 2005 : 212).
Apendisitis ialah penyakit tersering yang memerlukan pembedahan darurat. Sekitar 1 dari 15 orang (7 %) mengalami apendisitis. Insidensi puncak adalah usia 12 tahun, penyakit ini jarang sebelum usia 2 tahun. Laki-laki mengalahkan perempuan 25. pada sepertiga kasus, ruptur apendiks sebelum operasi dan menyebabkan penyakit serius ( Rudolph Abraham M., 2007 : 1219).

B.     EPIDEMIOLOGI
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dibandingkan dengan negara berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh perubahan pola makan. Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, sedangkan meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal usia 20-an, dan angka ini menurun pada usia menjelang dewasa. Insiden apendisitis memiliki rasio yang sama antara wanita dan laki-laki pada masa prapubertas. Sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rasionya menjadi 3:2.
Pada anak-anak dan dewasa muda terinfeksi sistemik seperti infeksi pernapasan dapat menyebabkan hyperplasia jaringan limfoid pada appendiks dimana respon hiperplastik dapat melibatkan lumen appendiks dan mulai terjadi appendicitis. Rata-rata insiden yaitu 1-2 per 1000 dengan dewasa muda antara 20-30 tahun. Namun demikian apendisitis dapat menyerang semua kelompok termasuk lanjut usia. (Doughty, D. B. et al. (1993).

C.    ETIOLOGI
Penyebab paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses, yang akhirnya merusak suplai darah dan merobek mukosa yang menyebabkan inflamasi (Ester Monica, 2002 : 63).
Lumen yang biasanya oleh fekal dan merangsang mengeluarkan sekret mukus yang mengakibatkan pembengkakan. Penyebab apendisitis juga bisa terjadi karena tumor, cacing, virus dan bakteri yang masuk ke apendik dan menyebabkan apendik membengkak karena mukus yang banyak keluar.
Dari penjelasan para ahli di atas sebab-sebab apendisitis adalah :
·               Obstruksi lumen oleh feses
·               Fekalit dalam lumen appendik
·               Tumor
·               Cacing
·               Virus atau bakteri
Sedangkan menurut Oswari E (2005 : 211) penyebab apendisitis belum diketahui secara pasti. Kuman yang sering ditemukan dalam apendiks belum diketahui secara pasti. Lumen yang sering ditemukan dalam apendiks ditemukan dalam apendiks yang meradang adalah E. Coli dan streptococus.
Etiologi appendisitis menurut Inayah Iin (2004 : 196) adalah :
·               Diet kurang serat
·               Batu
·               Tumor
·               Cacing atau parasit
·               Infeksi usus
·               Benda asing
Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat:
1. Hiperplasia dari folikel limfoid
2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks
3. Tumor appendiks
4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis
5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Penyebabnya hampir selalu akibat obstruksi lumen appendix oleh apendikolit, fekalomas (tinja yang mengeras), parasit (biasanya cacing ascaris), benda asing, karsinoid, jaringan parut, mukus, dan lain-lain (Subanada, dkk, 2007, Price dan Wilson, 2006).

D.    PATOFISIOLOGI
Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Bila apendiks tersumbat, tekanan intraluminal meningkat, menimbulkan penurunan drainase vena, trombosis, edema, dan invasi bakteri dinding usus. Bila obstruksi berlanjut, apendiks menjadi semakin hiperemik, hangat dan tertutup eksudat yang seterusnya menjadi gangren dan perforasi. (Ester Monika, 2002 : 63). Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

E.     KLASIFIKASI
Appendisitis dapat dibagi atas dua bagian yaitu.
a.       Apendisitis Akut : jarang ditemui pada anak dibawah 5 tahun dan orang tua diatas 50 tahun. Apendicitis akut dapat dibagi atas tiga bagian :
1.      Apendicitis acut focalik atau segmentalis
Terjadi pada bagian distal yang meradang seluruh rongga apendiks sepertiga distal berisi nanah.
2.      Apendicitis acut purulenta diffusa
Pembentukan nanah yang berlebihan jika radangnya lebih hebat dan dapat terjadi mikrosis dan pembusukan yang disebut appendicitis gangrenous. Pada appendicitis gangrenous dapat terjadi perfulasi akibat mikrosis kedalam rongga perut dan mengakibatkan peritonitis.


3.      Apendicitis acut traumatic.
Disebabkan oleh karena trauma karena kecelakaan pada operasi didapatkan tampak lapisan eksudat dalam rongga maupun permukaan.
b.                  Appendisitis kronik.
Appendicitis kronik dibagi atas dua bagian antara lain :
1.      Appendicitis cronik focalis
Secara mikroskopis nampak fibrosis setempat yang melingkar, sehingga dapat menyebabkan stenosis.
2.      Appendicitis cronik obliterative
Terjadi fibrosis yang luas sepanjang appendiks pada jaringan sub mukosa dan sub serosa, sehingga terjadi obliterasi (hilangnya lumen) terutama dibagian distal dengan menghilangnya selaput lender pada bagian tersebut

F.     MANIFESTASI KLINIS
Menurut Betz, Cecily, 2000 :
·               Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
·               Anoreksia
·               Mual
·               Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
·               Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
·               Nyeri lepas.
·               Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
·               Konstipasi.
·               Diare.
·               Disuria.
·               Iritabilitas.
·               Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.
Manifestasi klinis menurut Mansjoer, 2000 :
Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan denghan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis.
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
Pada kasus appendisitis akut yang klasik, gejala-gejala permulaan antara lain :
a.       Rasa nyeri atau perasaan tidak enak disekitar umbilikus ( nyeri tumpul). Beberapa jam kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan disekitar titik Mc Burney. Rasa sakit semakin meningkat, sehingga pada saat berjalan pun penderita akan merasakan sakit yang mengakibatkan badan akan mengambil sikap membungkuk pada saat berjalan. Nyeri yang dirasakan tergantung juga pada letak appendiks, apakah di rongga panggul atau menempel di kandung kemih sehingga frekuensi kencing menjadi meningkat. Nyeri perut juga akan dirasakan bertambah oleh penderita bila bergerak, bernapas dalam, berjalan, batuk, dan mengejan. Nyeri saat batuk dapat terjadi karena peningkatan tekanan intra-abdomen.
b.      Muntah, mual ,dan tidak ada nafas umakan. Secara umum setiap radang yang terjadi pada sistem saluran cerna akan menyebabkan perasaan mual sampai muntah. Meskipun pada kasus appendicitis ini, tidak ditemukan mekanisme pasti mengapa dapat merangsang timbulnya muntah.
c.       Demam ringan ( 37,5° C – 38,5° C ) dan penderita umumnya merasa sangat lelah.
Proses peradangan yang terjadi akan menyebabkan timbulnya demam, terutama jika kausalnya adalah bakteri. Inflamasi yang terjadi mengenai seluruh lapisan dinding appendiks. Demam ini muncul jika radang tidak segera mendapat pengobatan yang tepat.
d.      Diare atau konstipasi. Peradangan pada appendiks dapat merangsang peningkatan peristaltik dari usus sehingga dapat menyebabkan diare. Infeksi dari bakteri akan dianggap sebagai benda asing oleh mukosa usus sehingga secara otomatis usus akan berusaha mengeluarkan bakteri tersebut melalui peningkatan peristaltik. Selain itu, appendicitis dapat juga terjadi karena adanya feses yang keras (fekolit). Pada keadaan ini justru dapat terjadi konstipasi. Pada beberapa keadaan, appendicitis agak sulit didiagnosis sehingga dapat menyebabkan terjadinya komplikasi yang lebih parah.

G.    KOMPLIKASI
Menurut Hartman, dikutip dari Nelson, 1994 :
·                     Perforasi.
·                     Peritonitis.
·                     Infeksi luka.
·                     Abses intra abdomen.
·                     Obstruksi intestinum.
Menurut Mansjoer, 2000 :
Apendiksitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi peyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi utnuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.
Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.
Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang terjadi ialah abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.

H.    PEMERIKSAAN
Pemeriksaan menurut Betz (2002), Catzel(1995), Hartman(1994), antara lain :
·         Pemeriksaan Fisik
-         Meliputi pemeriksaan pada sistem kardiovaskuler, hematologi, muskuloskeletal, imunologi dan urogenital.
-         Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
-         Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
-         Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.
-         Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
·         Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
1.      Pemeriksaan foto abdomen
Saat dilakukan pemeriksaan sinar-X abdomen, kurang dari 25% kasus akan memperlihatkan fekalit yang berkalsifikasi.  Hasil pemeriksaan sinar-X lain yang didapatkan meskipun tidak spesifik antara lain penurunan pola gas, batas udara-cairan, pengaburan bayangan psoas, obliterasi tanda bantalan lemak, dan lengkungan skoliotik kea rah kanan. (Schwartz, 2004)
2.      Ultrasonografi
Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan fekalit tidak berkalsifikasi, apendiks tidak berperforasi, serta abses apendiks (Sowden, 2009)
·         Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari 13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
a.       Hitung darah lengkap (complete blood count, CBC)
Biasanya ditemukan leukositosis (lebih dari 10.000 sel darah putih per mm3) dengan pergeseran ke kiri jika apendiks menjadi ganggrenosa atau ruptur
b.      Urinalisis
Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih, dan adanya keton digunakan sebagai penanda penyakit

I.       PENATALAKSANAAN
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.
1.      Tindakan pre operatif
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2.      Tindakan operatif; apendektomi
3.      Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang. Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuki mengetahui terjadinya pendarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gannguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien di puasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya dalam perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5jam lalu naikkan 30ml/ja. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh jaritan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
4.      Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah berikan penatalaksanaan bedah dalam peritonitis akut. Dengan demikian gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi dapat berkurang.

J.      KRITERIA DIAGNOSA
Diagnosis apendisitis akut biasanya berdasarkan gejala klinis dan tes laboratorium. Diagnosis ditegakkan bila memenuhi:
1.      Gambaran klinis yang mengarah ke appendicitis seperti  Nyeri di sekitar umbilikus dan epigastrium disertai anoreksia (nafsu makan menurun), nausea, dan sebagian dengan muntah. Beberapa jam kemudian nyeri berpindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney disertai kenaikan suhu tubuh ringan
2.      Demam lebih dari 37,50C
3.      Laboratorium : lekositosis yaitu  lekosit > 10.000 /dl biasanya pada perforasi  terdapat pergeseran ke kiri (netrofil segmen meningkat).
4.      USG yang mungkin di temukan pada pemeriksaan ini :
·         Lampiran buncit berisi cairan dengan diameter lebih dari 5 mm
·         Ketebalan dinding 3 mm atau lebih besar
·         Tidak adanya gerak peristaltik dan noncompressibility usus buntu
·         Perubahan pericaecal.
·         Massa  pada appendix
5.      Laporoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum dilakukan apendiktomi pada wanita muda.
6.      CT scan : dilakukan jika di duga terdapat perforasi atau pembentukan abses karena akan memberikan karakteristik yang yang tepat terhadap massa inflamasi, luas dan lokasinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar