Kamis, 05 April 2012

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS


KONSEP DASAR PENYAKIT 


 
1.         Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah /hiperglikemi (Suzzane C. Smeltzer, 1996 : 1220)
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Arif Mansjoer, 1999 : 580)
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Sylvia A Price and Lorraiene M. Wilson, 1995 : 1111)
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Diabetes Melitus (DM)  merupakan syndrom gangguan metabolisme secara genetis dan klinis termasuk heterogen akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas dari insulin yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik baik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah.

Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan dengan rusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 atau non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM, "diabetes yang tidak bergantung pada insulin") adalah diabetes yang terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi insulin dan "resistensi terhadap insulin" atau "berkurangnya sensitifitas terhadap insulin"(adanya defek respon jaringan terhadap insulin) yang melibatkan reseptor insulin di membran sel.

2.         Epidemiologi
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang menyerang 12 juta orang.  Sekitar 7 juta sudah terdiagnosis, sedangkan sisanya belum. Di Amerika Serikat kutang lebih 650. 000 kasus diabetas baru terdiagnosis tiap tahunnya. (healthy people, 2000, 1990)
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya terdapat pada anak-anak dan remaja , salah satu penyebabnya adalah seringnya mengkonsumsi fast food. Ibu yang melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg juga berisiko mengalami Diabetes Mellitus.
Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 umumnya dewasa usia 40-an dan mengalami kegemukan (obesitas). Survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa prevalensi diabetes pada anak sekolah sekitar 1,9 dalam 1000. Namun, frekuensinya sangat berkolerasi dengan meningkatnya usia; data yang ada menunjukkan kisaran 1 dalam 1.430 pada anak usia 5 tahun sampai 1 dalam 360 pada anak usia 16 tahun. Puncaknya terjadi pada usia 5-7 tahun dan pada masa pubertas.
Variasi siklik musiman dalam jangka lama terjadi pada insiden diabetes insipidus tergantung insulin. Kasus yang baru diketahui tampak lebih sering pada bulan-bulan musim semi dan musim dingin di belahan bumi uatara dan selatan.
Tabel 1.  Prevalensi Kejadian Diabetes Mellitus di Beberapa Negara Tahun 2000
(FKM, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2007)
No
Rangking negara tahun 2000
Orang dengan DM (juta)
1.
India
31,7
2.
Cina
20,8
3.
Amerika Serikat
17,7
4.
Indonesia
8,4
5.
Jepang
6,8
6.
Pakistan
5,2
7.
Federasi Rusia
4,6
8.
Brazil
4,6
9.
Italia
4,3
10.
Banglades
3,2


3.         Penyebab / Faktor Predisposisi
Diabetes Melitus Tipe 1
a.       Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
b.      Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c.       Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

Diabetes Melitus Tipe 2
Telah disebutkan dalam patofisiologi tentang mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II.  Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Selain itu faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2:
a.       Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b.      Obesitas
c.       Riwayat keluarga
d.      Stress
e.       Jumlah resptor perifer kurang (antara 20.000-30.000)pada obesitas bahkan hanya
sekitar 20.000
f.       Jumlah reseptor cukup tetapi kualitas reseptor jelek sehingga insulin tidak efektif
g.      Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis intraseluler terganggu

4.         KLASIFIKASI
Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut :
Pada DM tipe I, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda.
1.      Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan fenomena ini.
2.      Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hashimoto disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis. Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun.

5.         Patofiologi Terjadinya Penyakit
Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses pencernaan di usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan bakar. Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Pengeluaran insulin tergantung pada kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah sebesar > 70 mg/dl akan menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel target, akan mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen, lipogenesis dan meningkatkan transport glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan adipose dengan bantuan transporter glukosa.

Diabetes Melitus Tipe 1
Pada tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasikan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang bersal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin. Ketika glukosa yang belebihan di ekresikan ke dalam urin hal ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan berkemih (poliuria) dan haus (polidipsia)
Difisiensi insulin juga mengganggu metabolisme preotein dal lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simapanan kalori. Gejala  lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan gukosa yang disimpan) dan gukoneogenesis (pembentukan glukosa baru) dari asam-asam amino dan substansi lainnya, namum pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatyan dan lebih lanjut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu, akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping dari pemecahan lemak. Badan keton akan mengganggu keseimbangan asam basa tubuh bila berlebihan. Keto asidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila t6idak ditangani akan menimbukan perubahan kesadaran, koma, bahnkan kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan  metabolik tersebut. Diet dan latihan disertai pemantaunan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

Diabetes Melitus Tipe 2
Pada diabetes tipe II (Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin – NIDDM) terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Stress neuro berkepanjangan akan merangsang pelepasan hormon ACTH dari hipofisis anterior, ACTH ini merangsang pelepasan kotrisol dari korteks adrenal, kortisol ini merupakan kontra insulin sehingga menganggu kerja insulin dan memperkuat rangsangan glukosa terhadap insulin, akibatnya lama kelamaan sel beta pankreas lelah memproduksi insulin sehingga terjadilah resistensi insulin. Akibat  lain dari kelelahan sel beta itu.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes mellitus tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes mellitus tipe II. Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Diabetes mellitus tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes mellitus tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).


6.         PATHWAY DM Tipe 1 Dan 2
( di lampirakan)            

7.         Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang  sering ditemukan :
a)      Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b)      Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c)      Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d)      Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e)      Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
f)       Ketoasidosis.
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik.

Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut  (DM tipe 2) yang sering ditemukan adalah :
1.      Katarak
2.      Glaukoma
3.      Retinopati
4.      Gatal seluruh badan
5.      Pruritus Vulvae
  1. Infeksi bakteri kulit
  2. Infeksi jamur di kulit
  3. Dermatopati
  4. Neuropati perifer
  5. Neuropati viseral
  6. Amiotropi
  7. Ulkus Neurotropik
  8. Penyakit ginjal
  9. Penyakit pembuluh darah perifer
  10. Penyakit koroner
  11. Penyakit pembuluh darah otak
  12. Hipertensi

8.         Pemeriksaan Fisik
Diabetes Melitus Tipe 1
Inspeksi   :           pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien tampak
banyak makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun, terdapat penutunan lapang pandang, klien tampak lemah dan mengalam penurunan tonus otot
Palpasi     :           denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang menandakan
terjadi hipertensi

Diabetes Melitus Tipe 2
Inspeksi   :           pada pemeriksaan awal, didapatkan hasil pemeriksaan sama dengan
dm tipe 1, tetapi pada DM type 2 biasanya klien yang datang ke RS adalah klien yang dengan komplikasi seperti foot diabetik (terdapat gangren pada kaki klien), retinopati (terutama pada lansia), hipertensi, katarak (terutama pada lansia), dll.
Palpasi dan auskultasi :
dari hasil palpasi dan auskultasi biasanya pada DM type 2 didapatkan TD yang tinggi.

9.         Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh berbeda. 
a)      Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
b)      Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c)      Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d)     Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e)      Elektrolit :
·         Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
·         Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.
·         Fosfor : lebih sering menurun
f)       Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
g)      Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h)      Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i)        Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
j)        Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k)      Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
l)        Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m)    Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n)      Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

10       Diagnostik / Kriteria Diagnostik
Diabetes Melitus Tipe 1 dan 2
Diagnosis didapatkan dari  anamnesis, gejala klinis, serta data laboratorium, dengan kriteria  data


Kadar darah sewaktu dan puasa
sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
(WHO)

   Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu:
1.      Plasma vena
2.      Darah kapiler


< 100
<  80  


100 – 200
80 – 200


      >200
      >200
Kadar glukosa darah puasa:
1.      Plasma vena
2.      Darah kapiler


< 110
<  90  


110 – 120
90 – 110 


>126
>110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

         Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

         Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

         Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75

gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl


11       Diagnosis Banding
Diabetes Melitus Tipe 1 dan Tipe 2
            Produksi berlebihan glukokortikoid atau katekolamin pada :
·         Tumor hipotalamus atau hipofisis
·         Tumor atau hiperplasia adrenal
Renal glukosuria (Pada keadaan ini didapatkan glukosuria tanpa hiperglikemia maupun ketosis)
·         Feokromositoma (Pada keadaan ini didapatkan uji toleransi glukosa yang abnormal dan glukosuria tanpa ketosis, yang disebabkan oleh peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis).

12       Penatalaksaan
Diabetes Melitus Tipe 1 dan tipe 2
            Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1 dan 2, meliputi:
1.      Pemberian insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran.
Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal sebagai honeymoon periode dan kemudian meningkat pada saat pubertas.
Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal dapat diperoleh, diusahakanuntuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin kerja mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen). Penyuntikan setiap hari secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar umbilicus secara bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari es pada suhu 4-80C.
2.      Pengaturan makan/diet
o       Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari
o      Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.
o      Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan kecil sebagai berikut :
a.       20% berupa makan pagi.
b.      10% berupa makanan kecil.
c.       25% berupa makan siang.
d.      10% berupa makanan kecil.
e.       25% berupa makan malam.
f.       10% berupa makanan kecil.
3.      Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive Endurance Training). Latihan yang dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, dan bersepeda.
4.      Obat hipoglikemik oral (OHO)
Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat hipoglikemik.
a.       Sulfoniurea
Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
b.      Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Dianjurkan untuk pasien gemuk.
c.       Inhibitor α glukosidase
Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial.
d.      Insulin sentizing agent
Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
5.      Edukasi
Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat.
6.      Pemantauan mandiri/home monitoring
Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin).

13       KOMPLIKASI
Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun.
a.       Komplikasi Metabolik Akut
1)      Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal
2)      Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.
b.      Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki tahun ke 5)
1.         Mikroangiopaty merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa—sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.
2.      Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :
a)      Penimbunan sorbitol dalam intima vascular.
b)      Hiperlipoproteinemia
c)      Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium.
Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.

14       PROGNOSIS
DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan seumur hidup. DM tipe 1 tidak bisa disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan mengusahakan control metabolic yang baik. Yang dimaksud control metabolic yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia.
Sekitar 60 % pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat. Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe-1, penderita harus segera dirawat inap.
Prognosis ditentukan oleh regulasi DM dan adanya komplikasi. Regulasi teratur dan baik akan memberikan prognosis baik.


 


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
a.       Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b.      Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Ds  yg mungkin timbul :
-          Klien mengeluh sering kesemutan.
-          Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
-          Klien mengeluh sering merasa haus
-          Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
-          Klien mengeluh merasa lemah
-          Klien mengeluh pandangannya kabur
Do :
-          Klien tampak lemas.
-          Terjadi penurunan berat badan
-          Tonus otot menurun
-          Terjadi atropi otot
-          Kulit dan membrane mukosa tampak kering
-          Tampak adanya luka ganggren
-          Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
c.       Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
d.      Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
ü  Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.
ü  Pulse rate
ü  Respiratory rate
ü  Suhu
e.       Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
·      Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot, adanya luka ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya retinopati, kekaburan pandangan.
·      Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.
·      Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.
f.       Pemeriksaan penunjang
a)      Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
b)      Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c)      Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d)     Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e)      Elektrolit :
·         Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
·         Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.
·         Fosfor : lebih sering menurun
f)       Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
g)      Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h)      Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i)        Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
j)        Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k)      Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
l)        Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m)    Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n)      Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
g.      Riwayat Kesehatan
·         Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
·         Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.

Hal – hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus :
1.         Aktivitas/ Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2.         Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
3.         Integritas Ego
Stress, ansietas
4.         Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5.         Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
6.         Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
7.         Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8.         Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9.         Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1 meliputi:
1.      Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelemahan otot dan keletihan sekunder akibat abnormalitas asam-basa ditandai dengan adanya perubahan dalam frekuensi dan pola napas (pernapasan cepat dan dalam), hiperventilasi.
2.      Nyeri akut berhubungan dengan reflex spasme otot sekunder akibat gangguan visceral pada jantung ditandai dengan adanya pengungkapan nyeri pada dada, tampak menggosok bagian yang nyeri, tampak melindungi area yang sakit, berhati-hati saat bergerak.
3.      Ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan haluaran urina yang berlebih akibat diabetes tidak terkontrol ditandai dengan keseimbangan negative antara asupan dan haluaran cairan, membrane mukosa kering, penurunan turgor kulit, dieresis.
4.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keseimbangan negative kalori dalam tubuh akibat glycosuria ditandai dengan adanya ketidakadekuatan asupan makanan, berat badan 10%-20% atau lebih berada di bawah berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.
5.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal-epidermal sekunder akibat perubahan metabolic dan endokrin pada diabetes mellitus ditandai dengan adanya gangguan pada integument, lesi, ulkus.
6.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat gangguan neuromuscular pada atrofi otot ditandai dengan penurunan kemampuan dalam bergerak, keterbatasan rentang gerak.
7.      PK syok hipovolemia
8.      GSP: visual berhubungan dengan perubahan penerimaan, transmisi dan integrasi ditandai dengan distorsi visual, adanya perubahan respon terhadap stimulus.
9.      Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan sirkulasi sekunder akibat diabetes mellitus.
10.  Risiko cidera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan. 

3.         RENCANA TINDAKAN
1)      Prioritas Utama
1.      Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelemahan otot dan keletihan sekunder akibat abnormalitas asam-basa ditandai dengan adanya perubahan dalam frekuensi dan pola napas (pernapasan cepat dan dalam), hiperventilasi.
2.      Nyeri berhubungan dengan reflex spasme otot sekunder akibat gangguan visceral pada jantung ditandai dengan adanya pengungkapan nyeri pada dada, tampak menggosok bagian yang nyeri, tampak melindungi area yang sakit, berhati-hati saat bergerak.
3.      Ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan haluaran urina yang berlebih akibat diabetes tidak terkontrol ditandai dengan keseimbangan negative antara asupan dan haluaran cairan, membrane mukosa kering, penurunan turgor kulit, dieresis.
4.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keseimbangan negative kalori dalam tubuh akibat glycosuria ditandai dengan adanya ketidakadekuatan asupan makanan, berat badan 10%-20% atau lebih berada di bawah berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.
5.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal-epidermal sekunder akibat perubahan metabolic dan endokrin pada diabetes mellitus ditandai dengan adanya gangguan pada integument, lesi, ulkus.
6.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat gangguan neuromuscular pada atrofi otot ditandai dengan penurunan kemampuan dalam bergerak, keterbatasan rentang gerak.
7.      PK syok hipovolemia
8.      GSP: visual berhubungan dengan perubahan penerimaan, transmisi dan integrasi ditandai dengan distorsi visual, adanya perubahan respon terhadap stimulus.
9.      Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan sirkulasi sekunder akibat diabetes mellitus.
10.  Risiko cidera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan. 

2)      Perencanaan
Diagnosa Keperawatan :
1.      Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelemahan otot dan keletihan sekunder akibat abnormalitas asam-basa ditandai dengan adanya perubahan dalam frekuensi dan pola napas (pernapasan cepat dan dalam), hiperventilasi.
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas pasien efektif dengan kriteria :
·         Hiperventilasi tidak ada
·         RR  normal (12-20 x/menit),  suara nafas vesikuler, wheezing tidak ada.
·         Saturasi oksigen  85 %  -  100  %.

Intervensi :
Mandiri
a.       Observasi  ;  RR, suhu, suara naafas
Rasional    : Kecepatan biasanya meningkat. Pola napas cepat dan dalam.
b.      Evaluasi fungsi pernapasan
Rasional    :           Distress pernapasan dan perubahan pada TTV dapat terjadi sebagai akbat stress fisiologis dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadi syok sehubungan dengan hipoksia.

Kolaborasi
a.       Berikan oksigen yang dilembabkan sesuai indikasi
Rasional :
Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.

2.      Nyeri akut berhubungan dengan reflex spasme otot sekunder akibat gangguan visceral pada jantung ditandai dengan adanya pengungkapan nyeri pada dada, tampak menggosok bagian yang nyeri, tampak melindungi area yang sakit, berhati-hati saat bergerak.
Tujuan :
Setelah diberi asuhan keperawatan selama ….x24 jam diharapkan nyeri tidak ada dengan kriteria hasil : nyeri dikatakan berkurang atau tidak ada dan dapat dikontrol dengan skala nyeri (0-3), klien tampak rileks, tampak tidak melindungi area yang sakit dan klien bergerak dengan rileks.
Intervensi :
a.       Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya terus-menerus, sakit, menusuk, terbakar. Buat rentang intensitas pada skala 0-10.
Rasional   :  Membantu dalam evaluasi gejala nyeri. Penggunan skala nyeri dapat membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefektifan analdesik, meningkatkan control nyeri.
b.      Kaji pernyataan verbal dan nonverbal nyeri pasien.
Rasional   :  Kesesuaian antara petunjuk verbal/nonverbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri.
c.       Evaluasi keefektifan pemberian obat. Dorong pemakaian obat dengan benar untuk mengontrol nyeri; ganti obat atau waktu sesuai ketepatan.
Rasional   : Persepsi nyeri dan hilangnya nyeri adalah subjektif dan pengontrolan nyeri yang terbaik merupakan keleluasaan pasien. Bila pasien tidak mampu memberi masukan, perawat harus mengobservasi tanda fisiologis dan psikologis nyeri dan memberilan obat berdasarkan aturan.
d.      Ajarkan teknik manajemen nyeri.
Rasional  :   Pasien bisa mengalihkan nyeri agar rasa nyeri yang dirasakan berkurang.
e.       Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional   :  Pemberian analgetik dapat memblok reseptor nyeri.

3.      Ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan haluaran urina yang berlebih akibat diabetes tidak terkontrol ditandai dengan keseimbangan negative antara asupan dan haluaran cairan, membrane mukosa kering, penurunan turgor kulit, dieresis.
Tujuan :          
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (….x24 jam) diharapkan kekurangan volume cairan teratasi dengan kriteria hasil :
-          Tercapainya keseimbangan antara masukan dan haluaran cairan (CM CK balance)
-          Tidak adanya tanda-tanda dehidrasi
-          berat jenis urine dalam batas normal
-          membrane mukosa lembab
-          turgor kulit normal (<2detik)
Intervensi                                         
Mandiri:
1.   Pantau berat badan, suhu tubuh, kelembaban pada rongga oral, volume dan konsentrasi urine
Rasional   : mengidentifikasi kekurangan volume cairan dan tanda-tanda dehidrasi.
2.   Berikan jenis cairan yang menarik (es cream yang bertangkai, es berbentuk kerucut, jeli)
Rasional:     memberikan minuman yang menarik diharapkan dapat meningkatkan asupan cairan klien
3.   Gunakan wadah yang menarik (cangkir berwana)  dan berikan permainan dan aktivitas (suruh anak minum jika tiba gilirannya)
Rasional   : wadah yang menarik diharapkan dapat meningkatkan asupan cairan klien.

4.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keseimbangan negative kalori dalam tubuh akibat glycosuria ditandai dengan adanya ketidakadekuatan asupan makanan, berat badan 10%-20% atau lebih berada di bawah berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria hasil : tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak ada penurunan nafsu makan, mual dan muntah tidak ada.
Intervensi :
a)      Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah mengunyah makanan.
Rasional   :    Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan meninbulkan mual.
b)      Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih pertama.
Rasional   :    Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih untuk mengetahui berat badan mula-mula sebelum mendapatkan nutrient.
c)      Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
Rasional   :    untuk mengetahui tingkat kebutuhan nutrisi

Kolaborasi
a)      Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat.
Rasional   :    Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai indikasi dan kebutuhan kalorinya
b)      Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
Rasional   :    mengetahui kadar gula darah dan menetukan terapi selanjutnya   
c)      Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
Rasional    : membantu dalam mengatur metabolism karbohidrat

5.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal-epidermal sekunder akibat perubahan metabolic dan endokrin pada diabetes mellitus ditandai dengan adanya gangguan pada integument, lesi, ulkus.

Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (…x24 jam) diharapkan klien menunjukkan penyembuhan jaringan progresif.
·         Tidak terdapat gangguan jaringan epidermis dan dermis pada kulit klien.
·         Tidak terdapat lesi/ulkus.

Mandiri
a.       Inspeksi seluruh area kulit, catat adanya kemerahan dan pembengkakan.
Rasional :   kulit biasanya cenderung usak karena sirkulasi perifer, ketidak mampuan untuk merasakan tekanan, imobilisasi, dan gangguan pengaturan suhu.
b.      Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan.
Rasional :   menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat.
c.       Anjurkan klien untuk melakukan perubahan posisi sesering mungkin ditempat tidur ataupun sewaktu duduk.
Rasional :   perubahan possi yang sering dapat meningkatkan sirkulasi pada kulit dan mengurangi tekanan pada daerah yang menonjol.
d.      Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barrier protektif.
Rasional :   dapat mengurangi kontaminasi bakteri sehingga dapat meningkatkan proses penyembuhan.

Kolaborasi
a.       Gunakan atau berikan obat-obat topical sistemik sesuai indikasi.
Rasional :   digunakan pada perawatan lesi kulit. Jika digunakan salep multidosis, perawatan harus dilakukan untuk menghindari kontaminasi silang.
b.      Lindungi lesi dengan balutan basah atau salep antibioktik dan balutan nonstick (misalnya : Telfa)sesuai petunjuk.
Rasional   : melindungi area ulserasi dari kontaminasi dan meningkatkan penyembuhan.

6.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat gangguan neuromuscular pada atrofi otot ditandai dengan penurunan kemampuan dalam bergerak, keterbatasan rentang gerak.
Tujuan :
Setelah diberikan askep selama (....x24 jam) diharapkan pasien tidak mengalami hambatan mobilitas fisik dengan kriteria hasil pasien dapat mengutarakan keinginan dan berpartisipasi dalam aktivitas, mendemonstrasikan tingkah laku/teknik yang meningkatkan kelangsungan atau melakukan kembali aktivitas dan dapt mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian-bagian tubuh yang terpengaruh.
Mandiri
1.      Tentukan kemampuan fungsional (skala 0-4) dan alasan ketidakseimbangan.
Rasional :  Mengidentifikasi kebutuhan/tingkat intervensi yang dibutuhkan
2.      Catat respon emosional/tingkah laku untuk mengubah kemampuan
Rasional :  perubahan fisik kerap kali mengakibatkan/menciptakan perasan marah, frustasi dan depresi yang dapat dimanifestasikan sebagai keengganan untuk serta dalam aktivitas
3.      Rencanakan aktivitas/kunjungan dengan periode istirahat adekuat sesuai kebutuhan
Rasional :  mencegah kepenatan; menghemat energi untuk melanjutkan partisipasi
4.      Bantu dalam ambulasi bila dibutuhkan, perlihatkan pada pasien bagaimana cara bergerak yang aman
Rasional :  mencegah terjadinya kecelakaan seperti cedera
5.      Kaji kembali keamanan penggunaan alat-alat bantu aktivitas
Rasional :  Memfasilitasi aktivitas, manurunkan risiko perlukaan
                        Kolaborasi
6.      Konsulkan dengan ahli terapi fisik/okupasi, spesialis rehabilitasi
      Rasional : Sangat membantu dalam membuat program latihan/aktivitas individu dan menentukan alat bantu yang sesuai 

7.      Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan sirkulasi sekunder akibat diabetes mellitus.
Tujuan :
Setelah diberi asuhan keperawatan selama ….x24 jam diharapkan tidak terjadi/ adanya gejala-gejala infeksi dengan kriteria hasil : tidak terjadi infeksi, tanda-tanda infeksi tidak ada (kalor, lugor, dolor, fungsiolesa), WBC (4,00-11,00 k/ul), bebas eritema dan demam.
Intervensi :
a.       Pantau tanda-tanda infeksi.
Rasional : mengetahui secara dini tanda-tanda infeksi sehingga bisa melakukan intervensi secara tepat.
b.      Lakukan perawatan luka.
Rasional   :  Menghindari infeksi
c.       Berikan pendidikan kesehatan mengenai pencegahan infeksi.
Rasional   :  Mengajarkan klien agar terhindar dari infeksi.

8.      Risiko cidera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan. 
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x... jam diharapkan cidera tidak terjadi dengan kriteria hasil keamanan pasien terjaga, tidak terjadi cidera
Mandiri
1.      Gunakan tempat tidur yang rendah, dengan pagar tempat tidur terpasang
Rasional : Untuk menghindari cedera saat jatuh dari tempat tidur
2.      Jauhkan benda-benda yang berbahaya (seperti benda-benda tajam)
Rasional : Untuk menghindari pasien cedera akibat terkena benda-benda tersebut
3.      Gunakan matras pada lantai.
Rasional : Penggunaan matras pada lantai dapat meminimalisasi cedera bila terjatuh, misalnya dari tempat tidur.
4.      Gunakan lampu malam.
Rasional : Untuk meningkatkan keamanan pada klien dengan gangguan penglihatan di malam hari.

4.     IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pelaksanaan dari perencanaan yang dibuat.

5.     EVALUASI
1.      Pola nafas pasien efektif, hiperventilasi tidak ada, RR  normal (12-20 x/menit),  suara nafas vesikuler, wheezing tidak ada, saturasi oksigen  85 %  -  100  %.
2.      Nyeri dikatakan berkurang atau tidak ada dan dapat dikontrol dengan skala nyeri (0-3), klien tampak rileks, tampak tidak melindungi area yang sakit dan klien bergerak dengan rileks.
3.      Kekurangan volume cairan taratasi, tercapainya keseimbangan antara masukan dan haluaran cairan (CM CK balance), tidak adanya tanda-tanda dehidrasi, berat jenis urine dalam batas normal, membrane mukosa lembab, turgor kulit normal (<2detik)
4.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi, tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak ada penurunan nafsu makan, mual dan muntah tidak ada.
5.      Klien menunjukkan penyembuhan jaringan progresif, tidak terdapat gangguan jaringan epidermis dan dermis pada kulit klien dan tidak terdapat lesi/ulkus
6.      Pasien tidak mengalami hambatan mobilitas fisik, pasien dapat mengutarakan keinginan dan berpartisipasi dalam aktivitas, mendemonstrasikan tingkah laku/teknik yang meningkatkan kelangsungan atau melakukan kembali aktivitas dan dapt mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian-bagian tubuh yang terpengaruh.
7.      Tidak terjadi/ adanya gejala-gejala infeksi, tidak terjadi infeksi, tanda-tanda infeksi tidak ada (kalor, lugor, dolor, fungsiolesa), WBC (4,00-11,00 k/ul), bebas eritema dan demam.
8.      Cidera tidak terjadi, keamanan pasien terjaga, tidak terjadi cidera

6.     HEALTH EDUCATION
§  Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai penyakitnya, apa yang menyebabkan, pengobatan, komplikasi dan pencegahannya.
§  Anjurkan klien untuk menghindari alergen.
§  Anjurkan kepada keluarga untuk memantau klien agar terhindar dari alergen.


 

DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi, Andi Diah. 2007. Epidemiologi, Program Penanggulangan, dan Isu Mutakhir Diabetes Mellitus. http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/10/epidemiologi-dm-dan-isu-mutakhirnya/. (Akses 17 Maret 2010)
Carpenito, Lynda Juall. 1992. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Faizi, Mohamad. 2010. Diabetes Tipe 1. http:// www. pediatrik.com/ 2010/02/diabetestipe1. html. (Akses 17 Maret 2010)
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ikrimah. 2009. Dibetes millitus. http://ikrimah.blogspot.com/2009/04/diabetesmilltus.html. (Akses 17 Maret 2010)
Rafani. 2010. Diabetes Mellitus Tipe 2 . http://www.rafani.co.cc/2010/01/askep-dm.html. (Akses 17 Maret 2010)
Suddarth, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar